Membanggakan, Umat Islam & Hindu Lombok Perang

Mungkinjuddul diatas cukup membuat kita miris. Tapi perang yag ini bukan perang seperti yang kita bayangkan seperti di Libya ataupun Israel. Ini perang memupuk kebersamaan untuk menjaga keindahan & keberagaman. Karena perbedaan adalah keindahan, Berwarna, lebih indah 🙂

Silahkan baca beritanya yang saya ambil dari kompas.com

Umat Islam-Hindu di Lombok Perang Topat

LOMBOK BARAT, NTB, KOMPAS.com–Sekitar 1.000 umat Islam dan Hindu, di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, menggelar ritual budaya “Perang Topat” atau saling lempar dengan menggunakan ketupat.

Ritual budaya tahunan suku Sasak yang beragama Islam dan umat Hindu tersebut dipusatkan di Pura Lingsar, Desa Lingsar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Sabtu.

Pura lingsar yang berjarak sekitar sembilan kilometer dari Kota Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dibangun pada 1759 oleh Raja Anak Agung Ngurah dari Kerajaan Karang Asem, Bali, yang pada waktu itu memerintah bagian barat Pulau Lombok.

“Perang Topat” tersebut diawali dengan pelemparan ketupat perdana oleh Bupati Lombok Barat, H M Zaini Arony didampingi Wakil Bupati Lombok Barat H Lalu Mahrip dan sejumlah anggota Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Lombok Barat.

Ritual saling melempar dengan ketupat dimulai setelah acara di pura atau kemalik selesai digelar atau tepatnya pada saat “rara’ kembang waru” (gugur bunga waru) sekitar pukul 17.00 Wita.

Sebelum menjadi alat perang, ribuan ketupat sebesar telur tersebut terlebih dahulu diarak menuju “kemalik” atau tempat suci yang dikeramatkan oleh umat Islam dan Hindu yang ada di Pulau Lombok, khususnya di Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.

Prosesi saling lempar berjalan tertib dan berlangsung sekitar 15 menit. Setelah itu, warga terutama kaum tani yang berhasil memperoleh ketupat yang masih utuh membawa pulang untuk ditebar di sawah, karena dipercaya bisa memberikan kesuburan pada tanah garapan, sehingga hasil panen melimpah.

“Perang Topat” digelar setiap tahun pada bulan purnama Sasih keenam menurut kalender Bali dan kepitu’ (tujuh) menurut kalender Sasak.

“Perang Topat” merupakan rangkaian dari pelaksanaan upacara pujawali. Upacara ini dihajatkan sebagai ungkapan “suksma” (terima kasih) umat manusia kepada Sang Pencipta yang telah memberikan keselamatan, sekaligus mohon berkah.

Ritual budaya yang sudah menjadi kalender tetap Pemerintah Kabupaten Lombok Barat tersebut disaksikan sejumlah wisatawan mancanegara. Mereka tampak antusias mengabadikan moment warga Lombok yang saling lempar dengan ribuan ketupat sebesar telur yang sudah disediakan panitia.

Bupati Lombok Barat H Zaini Arony sebelum memulai “Perang Topat, mengatakan, ritual budaya “Perang Topat” merupakan filosofi suku Sasak yang beragama Islam dan Hindu di Pulau Lombok, khususnya di Kabupaten Lombok Barat.

“Ritual ini sebagai sebuah bentuk penghormatan umat Islam di Pulau Lombok terhadap para wali. Begitu juga dengan umat Hindu di Pulau Lombok menjadikan ritual ini sebagai sebuah penghormatan bagi Sang Pencipta alam,” ujarnya.

“Perang Topat” yang melibatkan dua pemeluk agama, yakni Islam dan Hindu, namun berasal dari etnis Sasak, kata Zaini, hanya ada di Lombok dan tidak ada di Bali.

“Perang Topat” adalah perang untuk perdamaian, kesejahteraan dan kekeluargaan yang diadakan secara turun temurun dan sudah menjadi salah satu tradisi  warisan leluhur suku Sasak (nama suku di pulau Lombok) dan suku Bali.

“Ritual ini bukan perang seperti di Irak atau Palestina yang menggunakan bom. ’Perang Topat’ adalah perang untuk perdamaian. Jadi tidak perlu khawatir, tidak perlu bawa bom molotov atau senjata tajam. Dari Lingsar untuk perdamaian Indonesia,” katanya.

About tommywahyuutomo

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, BEM FIB UI divisi Media Kreatif & anggota ISJUI.

Posted on Desember 10, 2011, in Masyarakat, Seni & Budaya and tagged . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar :)